Laman

Rabu, 20 Agustus 2014

Tanah Grogot

Asal-usul nama Tanah Grogot

Asal-usul nama Kota Tanah Grogot berdasarkan cerita setempat tidak dapat dilepaskan dari peristiwa sejarah di Sulawesi Selatan. Menurut Lontara Wajo dikisahkan ketika Raja Bone La Patau Matanna Tika mengundang Arung Matoa Wajo La Salewangeng untuk menghadiri pesta melubangi telinga putrinya. Bersamaan dengan itu ikut pula La Madukelleng. Sebagaimana kebiasaan bahwa sudah menjadi kegemaran bangsawan Bugis dalam setiap pesta raja-raja pada masa dahulu sering mengadakan pesta sabung ayam.

Pada pelaksanaan sabung ayam tersebut terjadi ketidakadilan dalam penyelenggaraan acara, saat ayam putera Raja Bone mati dikalahkan oleh ayam Arung Matowa Wajo. Kemenangan itu tidak diakui oleh orang Bone dan mereka berpendapat bahwa pertarungan tersebut sama kuatnya. Hal ini menyebabkan terjadinya keributan dan berujung pada perkelahian yang mengakibatkan korban di pihak Bone lebih banyak dibandingkan korban di pihak Wajo. Dengan adanya perkelahian tersebut Raja Bone menuntut kepada Wajo agar La Madukelleng menyerahkan diri untuk mempertanggungjawabkan atas perbuatannya yang dianggap salah. Akan tetapi orang Wajo tidak bersedia memenuhi permintaan Raja Bone. Sebelum Kerajaan Wajo diduduki pasukan Bone, karena tidak mau dijajah La Maddukeleng beserta para pengikutnya merantau meninggalkan Wajo untuk menghindari balas dendam yang akan dilakukan oleh Kerajaan Bone.
La Madukelleng dalam perantauannya dengan bermodalkan tiga ujung; ujung lidah sebagai bekal diplomasi, ujung badik untuk bertarung, dan ujung kelamin melalui perkawinan. Ia malang melintang di negeri orang mengukir kejayaan orang Bugis secara turun menurun. Dengan modal tersebut La Maddukeleng beserta para pengikutnya dan delapan orang bangsawan menengah, yaitu La Mohang Daeng MangkonaLa Pallawa Daeng MarowaPuanna DekkeLa SiarejeDaeng ManambungLa Manja Daeng LebbiLa Sawedi Daeng Sagala, dan La Manrappi Daeng Punggawa berangkat dari Paneki, dan pada awalnya menetap di Tanah Malaka (Malaysia Barat). Kemudian pindah dan menetap di wilayah Kerajaan Paser tepatnya di Muara Sungai Kandilo selama sepuluh tahun, sebelum kembali ke Wajo dan diangkat menjadi Raja di Kerajaan Wajo.
Namun, setelah rombongan tersebut menetap di tempat tersebut, jauh di tanah Sulawesi Selatan berhubung tanah Wajo telah diduduki oleh Kerajaan Bone, banyak pula warga Wajo yang meninggalkan kampung kelahirannya mengikuti jejak rombongan La Madukelleng untuk berlayar menuju tanah Paser, sementara sebagian rombongan yang dipimpinLa Mohang Daeng Mangkona menuju ke tanah Kutai dan membentuk pemukiman yang menjadi cikal bakal berdirinya Kota Samarinda. Dengan adanya peristiwa tersebut banyak pula orang Bugis yang pada awalnya berasal dari Wajo, saat itu bermukim dan terlibat dalam perdagangan di sekitar Sungai Kandilo.
Dalam keseharian rombongan orang Bugis-Wajo yang bermukim di pinggiran Sungai Kandilo sering mendengar suara arus yang sangat deras dari arus sungai yang menimbulkan suara gemuruh. Dari keadaan itulah orang Bugis-Wajo menamakan pemukiman mereka dengan sebutan Tanah Geroro-E (Geroro-E : suara gemuruh). Dari istilah inilah para Sultan Kerajaan Paser pada saat itu kemudian sering menyebut dengan Tanah Geroro-E yang lama kelamaan diperkirakan menjadi cikal bakal sebutan Kota Tanah Grogot.
Selanjutnya ketika di Kota Tanah Grogot sudah banyak orang Bugis yang bermukim di sepanjang Sungai Kandilo, datang pula utusan Belanda yang tertarik untuk mengadakan usaha perdagangan di Kota Tanah Grogot sekitar tahun 1829 M. Hal ini dikarenakan kondisi perniagaan Paser pada saat itu sudah cukup ramai dan strategis. Pedagang Belanda yang bernama Alexander Van Soow mengajukan permohonan langsung pada Sultan Kerajaan Paser untuk meminta izin membangun sebuah rumah sebagai tempat usaha untuk menjual garam dan candu. Dalam permohonannya tersebut berhubung lidah orang Belanda tidak bisa menyebut Tanah Geroro-E maka pada akhirnya disebutTanah Grogod.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sebutan Tanah Grogod tersebut lama kelamaan ejaannya disempurnakan menjadi Tanah Grogot. Dengan berjalannya waktu karena kondisi Kota Tanah Grogot semakin ramai setelah dihuni oleh orang Bugis, selanjutnya datang juga orang BanjarJawa, dan sebagainya yang menyebabkan penduduk Kota Tanah Grogot semakin banyak. Penduduk tersebut lebih dominan berasal dari Bugis dan Banjar, sehingga kebudayaan mereka cepat membaur dengan penduduk asli Suku Paser. Maka dari itu tidak mengherankan bahwa pada saat ini dapat dijumpai perpaduan budaya pada orang Paser di Kota Tanah Grogot. Seiring berjalannya waktu dan semakin banyaknya penduduk yang datang hingga Kota Tanah Grogot terus berkembang pesat. Pada akhirnya berdasarkan Undang-undang Nomor 27 tahun 1959 pada tanggal 29 Desember 1959, Kota Tanah Grogot diresmikan sebagai ibukota Kabupaten Paser.

sumber:
di sini

Serba Ungu Di Tanah Grogot


Ada yang unik di Kota Tanah Grogot, pusat pemerintahan Kabupaten Paser, Kalimantan Timur.  Hampir semua fasilitas bangunan milik Pemda berwarna ungu.
Di sepanjang jalan perkotaan, semua kantor pemerintahan berwarna ungu, dari mulai 
cat
 dinding sampai dengan pilar pagar. Tak terkecuali bak-bak penampungan sampah, baik yang terbuat dari tembok maupun container berwarna ungu.

Jika di tempat-tempat lain, marka jalan berwarna kontras hitam-putih, di kota yang berjarak 3 jam perjalanan dari Balikpapan ini diwarnai ungu-putih. Warna yang sama juga dipakai menjadi warna dasar gapura-gapura pembatas kecamatan dan desa, semua serba ungu.
Beberapa kilometer dari pusat kota, terdapat sebuah telaga buatan yang dilengkapi dengan bangunan menjorok mirip dermaga tetapi kecil. Selain bangunan-bangunan dan dermaganya berwarna ungu, terdapat tulisan “TELAGA UNGU”. Sayangnya tidak terabadikan dengan baik karena saya memotretnya tanpa turun dari mobil.
Ketika saya makan daging payau (rusa) yang menjadi salah satu khas makanan di daerah tersebut di salah satu rumah makan di Simpang Pait Kecamatan Long Ikis, singgahlah sebuah mobil inventaris desa yang juga berwarna ungu. Benar-benar menujukkan citra muda dan enerjik. Penumpangnya adalah seorang bapak dan tiga orang ibu yang semuanya memakai baju pemda, tetapi tidak berwarna ungu.
Untuk menghabiskan kepenasaran saya dengan warna abege tersebut, saya menanyai bapak yang menggunakan baju pemda yang nyetir mobil tersebut apa artinya dan bagaimana sejarahnya warna tersebut. Namun bapak itu dengan senyum malu mengatakan tidak tahu apa-apa tentang pemilihan warna tersebut. Ia hanya menduga kalau warna itu merupakan warna kesenangan Pak Bupati.
Sampai disitu, saya membuat kesimpulan sementara bahwa mungkin bupatinya masih muda dan enerjik seperti yang dikesankan oleh warna tersebut. Yaa.. atau mungkin ia juga manusia kelahiran generasi sekarang yang menyukai band “ungu”.  Atau dia mengidolakan Pasya Ungu….?
Di perjalanan, saya sengaja berbincang dengan sopir kami yang cukup mengenal daerah tersebut. Konon ternyata umur  pak bupatinya sudah sangat tua, sekitar 70 tahunan. Sepengetahuan sang sopir tersebut, katanya penggunaan warna ungu tersebut baru dimulai sejak tahun lalu, setelah istrinya meninggal.
Tanpa ingin menginterpretasikan lebih jauh, sungguh sangat unik pemilihan warna tersebut sebagai simbol sebuah kabupaten….
Lihat beberapa photo di bawah ini :
13796079511476001592
Gapura Ungu
1379608023671315052
Marka Jalan Ungu
13796080861316138435
Hotel Ungu
13796081341503797587
Mobil Dinas Ungu



Comtoh Batik Paser




Budaya kab. Paser Kalimantan timur


1. Tari Ronggeng Paser
Kesenian Kabupaten Paser yang menjadi ciri khas adalah tarian “Ronggeng Paser”. Tarian ini merupakan kesenian tradisional pesisir kabupaten Paser yang termasuk dalam kelompok Tari Gembira ( Tari Pergaulan) dengan diiringi lagu ronggeng dan didominasi petikan gambus.
2. Tari Rembara
Tari Rembana merupakan kesenian tari tradisional pedalaman Paser yang termasuk dalam tari ritual atau tarian yang ditampilkan pada saat- saat diadakan upacara adat Paser seperti Belian, Nulak Jakit dan upacara adat lainnya maupun pada acara-acara resmi.
3. Tari Gantar
Tarian Gantar juga merupakan tari pedalaman yang sebagian masyarakat Paser tarian ini sebagai Tari Giring-giring. Dalam gerak tari ini menceritakan penyambutan sang pahlawan yang baru kembali dari medan Perang.
4. Tari Jepen Muslim dan Tari Jepen Daya Taka.
TariJepen Muslim merupakan tarian yang dikreasi dan tercipta dari gerakan – gerakan seorang muslim yang akan melaksanakan sholat.
Sedangkan Tari Jepen Daya Taka adalah tarian yang gerakan-gerakannya dihimpun dari gerak dasar seni tradisional  Paser. Tari ini menggambarkan keidupan sukaria para remaja tempo dulu.
5. Tari Singkir
Tari Singkir adala tari tradisional Paser Pedalaman, salah satu media yang digunakan adalah dengan menggunakan bamboo.Tari ini merupakan tari ritual yang biasanya mengiringi upacara-upacara adat.
6. Gendang Agong
Kesenian Gendang Agong adalah salah satu kesenian tradisional pesisir  masyarakat Paser yang merupakan kombinasi antara alunan-alunan musik dan ketangkasan gerak (bela diri) seni ini selalu ditampilkan pada saat-saat ada keramian atau mengiringi arak-arakan mempelai (upacara) dari dulu ingga sekarang.
7. Tari Belian Pengobatan
Gerakan-gerakan dalam tarian ini diambil dari sebuah cerita pada masa kerajaan Rekan Tatau yang dipimpin oleh pemerintahan Nalau Raja Tondoi (Nalau Raja Diraja). Konon , pada suatu saat ada seorang pembatu kerajaan dari kalangan bawah yang sakti. S uatu hari ia pergi menangkap ikan di sebuah danau ( Loyu Liput Putung). Sialnya, kakinya dijepit seekor kepiting  raksasa hingga tak sadarkan diri. Sang Raja memperoleh petunjuk bahwa untuk membangunkan dan melepas kepiting raksasa yang sedang tidur itu, sang raja mengumpulkan orang banyak, membuat berbagai macam makanan, membunyikan suara Tung, gendang, tengkanong, Gong dan lain-lain sekeras-kerasnya diiringi dengan tari-tarian (suasana gaduh).
8. Petikan Muara Adang dan Irama Tengah Malam
Petikan Gambus tradisional  ini berasal dari Desa Muara Adang (daerah nelayan) kecamatan Long ikis. Irama ini termasuk musik yang dinamis disertai denganalunan lagu-lagu tradisional yang memang sengaja diciptakan untuk menghalau kesunyian malam yang disertai hempasan gelombang kecil daerah pesisir pantai Muara Adang.

Makanan Khas kab, paser
Pisang rimpi:rimpi
Lemang:images

Tidak ada komentar:

Posting Komentar